Jumat, 22 Juni 2012

Jembatan Cirahong,
Pembuka Isolasi Tjiamis
Jembatan cirahong






Semula Belanda berencana membangun jalan kereta api Tasik-Banjar melalui Manonjaya-Tjimaragas. Namun berkat desakan Bupati Rd. adipati aria koesoemadiningrat, jalan kereta api itu melintasi tjiamis. Bila tidak, maka mungkin Ciamis tak akan ‘seramai dan semaju’ sekarang.
……………………………………………………………………………………………………
KETIKA pemerintah kolonial Belanda memutuskan membangun jalur Kereta Api ( KA ) Bandoeng-Soerabaja pada tahun 1860, Bupati Rd. Aria Koesoemadiningrat dibuat pusing. Pasalnya Belanda tidak memetakan ciamis sebagai daerah yang akan dilalui jalur itu.

Jalur KA yang akan dibangun saat itu direncanakan hanya melewati Manonjaya-Cimaragas-Banjar. Wilayah tersebut masih termasuk wilayah Sukapura ( Kabupaten Tasikmalaya ).

Bupati Rd. Adipati Aria Koesoemadiningrat kemudian melancarkan protes. Koesoemadiningrat berkeyakinan, tanpa jalur KA melewati Ciamis, maka ibukota kabupaten itu akan sepi dan lambat kemajuannya.

Bupati Tjiamis
Raden Adipati Aria Koesoemadiningrat
Jurusnya, ia menyodorkan fakta, bahwa rakyat yang tinggal di sebelah utara sungai Citanduy lebih banyak daripada rakyat yang tinggal di sebelah selatan Citanduy. Belanda menurutinya, meski dengan perubahan jalur itu biaya pembangunan jalan KA bertambah besar karena harus membangun dua jembatan, yakni Karangpucung dan Jembatan Cirahong.


Kehadiran jalur KA yang melewati Ciamis secara perlahan telah menambah luas kota Ciamis. Munculnya stasion KA dan rumah-rumah pegawai jawatan KA atau disebut staat spoor weeggen, meski banyak pegawainya berasal dari erofa, paling tidak telah banyak bangunan di kota Ciamis dan bertambah banyak bangunan di kota Ciamis dan bertambahnya orang luar yang berkunjung dan tinggal di Ciamis. Apalagi sejak diberlakukannya Tanam Paksa, KA menjadi alat transportasi yang paling efektif untuk mengankut hasil bumi, militer, dan bangsa pribumi serta mempercepat lahir dan berkembangnya kota-kota baru.

Ciamis pun bergeliat. Masa pemerintahan Adipati Aria Koesoemadiningrat telah menghasilkan berbagai pembangunan yang hingga kini dapat dirasakan oleh masyarakat Ciamis.

Tak heran berbagai bangunan didirikan seperti Gedong Kabupaten yang saat itu termegah di Tatar Sunda ( Kini lokasinya ditempati gedung DPRD ). Mesjid Agung, Gedung loi Asisten Residen 
( kini Gedong Negara ), Rumah Tahanan, Gedung Kontroling ( kini Kantor Pos ), Kantor Kawat/Telegraf ( kini Polsek Ciamis ), dan Tangsi militer ( kini Taman Raflesia ).

Di halaman gedung-gedung tadi ditanami pohon-pohon yang besar dan rindang seperti gebang, lame, dan haur koneng. Konon inisial pohon Gebang ( G ), Lame ( L ), dan haur koning ( H ) ini ‘dilarapkeun” kepada kata “GALUH”. Phon lame yang gundukan daunnya bersusun lima, merupakan symbol dari Aing, Asih, Luhur, Budi, dan Adil. Ini adalah moto Prabu Haur Koneng di massa lalu.

Pembangunan di Ciamis tempo dulu, setelah dibangunnya jalur KA, juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan nasional Pemerimtah Hindia Belanda. Undang-undang Aggraria yang digulirkan tahun 1879, cukup mempengaruhi Ciamis. UU member kebebasan bagi pengusaha asing menanamkan modalnya di Nusantara, sehingga daerah Ciamis pun kedatangan investor.

Sakola Sunda
Sejak saat itu banyak lahir perusahaan onderneming, seperti perkebunan karet, kopi, tebu, juga pabrik gula berdiri di Ciamis. Kehadiran perusahaan-perusahaan itu memunculkan perkembangan ekonomi baru bagi masyarakat Ciamis. Kebutuhan akan tenaga kerja perkebunan yang bias baca tulis, mendorong Belanda mendirikan sekolah-sekolah.

Pada tahun 1862, atas inisiatif Bupati Koesoemadiningrat didirikan Sakola Sunda di Kota Ciamis dan Kawali, beberapa guru bahasa Belanda ia datangkan. Pada tahun 1870 ia menggaji J.A. Uilkens sebesar f.200/bulan.

Berkat bantuan Raden Saleh, pelukis terkenal Indonesia bernama J. Bladergroen. Para murid sekolah itu terdiri dari para putra Bupati, diantaranya Rd. Adipati Kusumasubrata, bupati penggantinya, juga anak-anak kerabat, pamong praja dan putra putrid pejabat Belanda di Ciamis.

Kenajuan pendidikan di sekolah itu ditandai dengan dikirimkannya dua orang putra Sultan Sambas ( Kalimantan ), di antaranya Syarufudin, bersekolah di Sakola Sunda Ciamis.

( red. Ganesha )

2 komentar:

  1. nice post :)
    ditunggu kunjungan baliknya yaah ,

    BalasHapus
  2. nice day :)
    hargailah hari kemaren,
    mimpikanlah hari esok,
    tetapi hiduplah untuk hari ini.
    bagi-bagi motivasinya yaah...

    BalasHapus